English for Practice or Prestige?


Sekarang sekarang ini lagi nge trend nya salah satu artis ibukota yang berbahasa Indonesia dengan aksen Inggris nya yang kental, ga kita sadari tumbuh kebiasaan yang membudaya berupa mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing untuk membuat pembicara nya terlihat intelek dan berpendidikan. Begitukah?
Banyak kejadian mengenai topic ini. Aku, lulusan program bahasa Inggris yang diajar begitu banyak dosen dosen jebolan luar dari London sampai Australia, memperdalam dan terus menerus melatih aksen ku agar dapat berbicara seperti native speaker. Dari mendengarkan kaset lagu – lagu Michael Learns to Rock sampai phonology practice, semua demi aksen british –Queen English yang terkenal itu.
Tapi belakangan miris banget ngeliatin phenomena akibat semua orang pengen dianggap intelek dengan memakai bahasa asing. Waktu tamat kuliah, aku dapet kerjaan sebagai resepsionis di salah satu hotel bintang lima di Bali yang pemiliknya adalah pria Jerman yang menikahi wanita bali.Wanita bali tersebut ngakunya hanya bisa berbahasa Jerman dan bahasa bali halus. Aku sangat terenyuh bagaimana kita lahir dan hidup di bumi Indonesia ini selama 30 tahun berbahasa Indonesia, kemudian hijrah ke luar negeri selama 5 tahun dan loud and clear bilang ‘saya tidak fasih berbahasa indonesia’!!!!
Dua minggu lalu aku ngopi di salah satu mall paling bergengsi di Jakarta, karena nunggu antrian, ga sengaja aku mendengar pembicaraan pasangan muda di depanku. Yang wanita memesan 2 caramel macchiato (yang juga favoritku) untuk dia n pasangannya, waktu yang pria membayar, yang wanita memberikan instruksi pada pelayan tersebut ‘punyaku dua-duanya dibungkus ya’. Yang lucu adalah reaksi sang pria: ‘dibungkus?! Bilangnya take away donk!!!@ katanya Yang wanita tampak malu. Kejadian itu bikin momen yang tidak enak buatku. Kenapa wanita itu malu, menggunakan kata dibungkus daripada take away yang menurutku artinya sama!

Kemarin, aku dan beberapa teman berangkat ke Ubud buat nyobain salah satu warung bali yang terkenal disana. Warung masakan bali itu sangat ramai, dan kami duduk lesehan berdesak-desakan. Tiba-tiba wanita di sebelahku protes setengah berteriak padaku ‘Excuse me?!!! Sambil menarik tas nya yang tidak sengaja tersentuh punggungku.
Melihat wajahnya, dia wanita melayu. Aku pikir, ia mungkin turis dari Malaysia (temanku Linda dari Malaysia, tampangnya Indonesia sekali tapi hanya bisa berbahasa Inggris dan Hindi). Buru buru aku bilang sorry, sambil memperbaiki dudukku. Sepanjang santap siang aku nguping(kebiasaan buruk) , wanita tersebut berbicara Perancis dengan bule di depannya yang kutebak suaminya. Begitu pelayan datang, dia berbicara bahasa Indonesia dengan logat yang dibuat-buat yang membuatku hampir tersedak.. oh come on.. seriously???!!
Aku selalu benci saat saat aku mesti berbicara dengan istri - istri kaum expatriate dengan bahasa mereka yang campur aduk agar dipandang lebih tinggi dari wanita pribumi lainnya. Belum lagi dandanan mereka yang wow
Hanya satu kali, aku agak hormat sama teman salah satu temanku. Wanita di awal 40 an yang baru saja menyelesaikan pendidikan master untuk bidang hukum dan membuka praktek pengacara di daerah seminyak. Dari info temenku wanita ini sudah memliki banyak café dan boutique di Ubud, Seminyak dan Nusa Dua, tapi masih tetap tertarik untuk selalu belajar bidang-bidang lain. Fasih berbicara bahasa Inggris ataupun Belanda, tapi berbicara padaku dalam bahasa Indonesia yang santun. Suaminya adalah pria Belanda yang sangat santun dan berbahasa Indonesia dengan sangat baik pula
Jadi teman – teman, ada kata-kata istilah dalam bahasa asing yang susah sekali padanannya kita temukan dalam bahasa Indonesia. Tapi bila kata-kata itu sudah umum seperti sinetron untuk mini series, marilahlah kita berbicara bahasa Indonesia yang baik agar terlihat intelek So English for Practice not for Prestige. bukan udah ujan becheck ga ada ojheck.. he he
March 24, 2008


Comments

Popular Posts